19 Maret 2011

Menikmati Senja di Parangtritis

Suatu hari Dikala kita duduk ditepi pantai
Dan memandang ombak dilautan yang kian menepi
Burung camar terbang bermain diderunya air
Suara alam ini hangatkan jiwa kita
Sementara sinar surya perlahan mulai tenggelam
Suara gitarmu mengalunkan melodi tentang cinta
Ada hati membara erat bersatu
Getar seluruh jiwa tercurah saat itu

Reff:
Kemesraan ini... janganlah cepat berlalu
Kemesraan ini... inginku kenang selalu
Hatiku damai... jiwaku tentram disamping mu
Hatiku damai... jiwa ku tentram bersamamu 


Rasanya sangat cocok melantunkan lagu kemesraan ciptaan Iwan Fals sambil duduk menikmati senja di Pantai Parangtitis. Lembayung Senja yang begitu mempesona seakan membawa kita ke sebuah dunia baru yang tak kita temui di Bumi ini. Menyaksikan warga sekitar mencari jingking dan menjaring ikan menambah indah pesona parangtritis. Gemulai angin yang membelai wajah seakan meluluhkan segala penat akibat kehidupan yang membosankan. Lupa semua masalah dan beban kuliah begitu menginjakan kaki di Parangtritis. Parangtritis, pesonamu tiada habisnya.

menjaring ikan di Parangtritis












Menjenguk Merapi

Saya  : "monggo buk, nembe resik resik nopo niki bu ?"
Ibu    : "inggih mas niki resik resik abrak sing iseh iso dinggo"
Saya  : "lha nggriyone sing pundi buk ?"
Ibu    : "lha niku mas sing ten ngarepe njenengan."
Saya : "wah ngantos ngeten niki tho buk, lha saksiniki tinggale ten pundi buk ?"
Ibu    : "sakniki taksih ten barak pengungsian celak SMA niko mas."
...................................

Itulah sepenggal percakapan saya dengan seorang korban merapi di Cangkringan yang tengah membersihkan rumahnya bersama putrinya, oh mungkin lebih tepat jika saya katakan sedang mengumpulkan puing puing rumahnya yang tlah hancur. Harum Belerang yang masih sangat menyengat menambah kepedihan saya ketika menyaksikan puluhan rumah yang sudah hancur diterjang keganasan awan panas letusan merapi. Bahkan di beberapa titik masih terdapat kepulan asap yang menandakan bahwa didalam timbunan pasir masih sangat panas. Pemandangan yang mengingatkan saya bahwa kita di dunia bukan apa apa dibandingkan dengan kekuasaan Tuhan. Semoga mereka diberi ketabahan dan dapat segera bangkit menata hidup yang lebih baik.

hancur sudah rumaku

tak ada yang tersisa

mencoba memulai kembali

merapi dengan gagahnya

aku pun menjadi korban

18 Maret 2011

Nyetreet di Malioboro

"monggo mas mbak batike murah, cuma 30 ribuan..."," obral kaos dagadu mas buat oleh oleh dari jogja.."monggo mas oleh olehnya dari jogja, masih boleh ditawar kok mas." 

Kira kira seperti itulah suasana ketika kita berjalan menyusuri sepanjang jalan Malioboro, suara hangat dari para pedagang yang menawarkan daganganya seakan menjadi soundtrack sehari hari di Malioboro. Rasanya sudah sangat lama saya tak merasakan suasana seperti ini, keramah tamahan pedagang disini seperti sudah menjadi ciri khas dari Yogyakarta yang memang terkenal dengan penduduknya yang ramah kepada semua orang.

Sore itu saya memutuskan untuk menikmati suasana di Malioboro sambil mencari objek menarik untuk memenuhi memory kamera dan menghabiskan sisa roll kamera analog saya ( yang sampai sekarang belum sempat saya cetak).

Berbelanja di Malioboro


Sendal Murah Khas Malioboro


Aneka Macam Tas juga ada Disana


Mau Kaos Lukis Wajah juga ada


Ayo ndang Laku Daganganku

Melukis diatas Piring

Dibutuhkan Karyawati, bukan Lelaki

Kaos Dagadu cuma 15 ribu ?

Sebenarnya masih banyak foto foto yang saya ambil sore itu, namun karena roll filmnya belum sempet saya cetak ini dulu yang dapat saya pajang disini. Sore itu saya tutup dengan makan sate ayam di depan benteng vredeburg. Malioboro, banyak hal yang akan selalu membuatku rindu akan pesonamu.